Teori Kebutuhan McClelland

Teori Kebutuhan McClelland
Teori kebutuhan dari McClelland berfokus pada tiga jenis kebutuhan, yaitu prestasi, kekuasaan, dan kelompok pertemanan.

Kebutuhan akan prestasi
Dorongan untuk menjadi yang terbaik, untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan untuk berjuang demi kesuksesan.

Kebutuhan akan kekuasaan
Kebutuhan untuk membuat orang-orang lain berperilaku denhgan cara-cara yang kita kehendaki, tidak ada atau sedikit kemungkinan mereka dapat berperilaku lain.

Kebutuhan akan kelompok pertemanan
Keinginan untuk memiliki hubungan-hubungan persahabatan atau hubungan-hubungan antar manusia secara dekat.

Beberapa orang selalu memiliki dorongan kuat untuk berhasil, terus berjuang untuk keberhasilan pribadinya daripada mengharapkan penghargaan untuk keberhasilannya itu. Mereka mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu secara lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Dorongan ini disebut kebutuhan akan prestasi. Orang-orang dengan prestasi tinggi cenderung mencari situasi-situasi dimana dapat memperoleh tanggung jawab pribadi untuk menemukan berbagai penyelesaian problem.
Kebutuhan akan kekuasaan adalah keinginan untuk memiliki dampak, pengaruh, dan kontrol terhadap orang-orang lain. Orang-orang dengan kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi selalu menikmati tugas-tugas untuk mempengaruhi orang-orang lain, lebih menyukai ditempatkan dalam situasi kompetitif, berorientasi status, dan cenderung lebih memperhatikan prestise dan pengaruh terhadap orang-orang lain daripada hasil kerja yang efektif.
Kebutuhan akan kelompok pertemanan merupakan keinginan untuk disukai dan diterima oleh orang lain. Orang-orang dengan kebutuhan akan pertemanan yang tinggi selalu berjuang untuk persahabatan, lebih menyukai situasi-situasi yang kooperatif daripada yang kompetitif serta berkeinginan untuk memiliki hubungan-hubungan yang penuh saling pengertian dan saling menguntungkan.
Penelitian McClelland terhadap para usahawan menunjukkan bukti yang lebih bermakna mengenai motivasi berprestasi dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para usahawan mempunyai n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain. Kewirausahaan adalah merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumberdaya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006).
Ciri-ciri pokok peranan kewirausahaan (McClelland, 1961) meliputi Perilaku kewirausahaan, yang mencakup memikul risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan, kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan; uang sebagai ukuran atas hasil. Ciri lainnya, minat terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai suatu akibat dari martabat dan ‘sikap berisiko’ mereka. Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk taker dimaksudkan bahwa seorang wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko yang akan ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia membuat keputusan dalam keadaan tidak pasti.
Wirausaha mengambil risiko yang moderat, tidak terlalu tinggi (seperti penjudi), juga tidak terlalu rendah seperti orang yang pasif (Hanafi, 2003). Dari hasil penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa dalam keadaan yang mengandung risiko yang tak terlalu besar, kinerja wirausaha akan lebih tergantung pada keahlian- atau pada prestasi - dibanding pekerjaan lain. Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi atau pembaharuan perlu semangat dan aktif. Mereka bisa bekerja dalam waktu yang panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu. Bukan lama waktu yang penting, namun karena semangatnya mereka tahan bekerja dalam waktu yang panjang.
Bagi individu yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik pada pengakuan masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar memerlukan suatu cara untuk mengukur seberapa baik yang telah dilakukan. Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan bahwa kepuasan prestasi berasal dari pengambilan prakarsa untuk bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan umum terhadap prestasi pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar untuk mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas, misal laba, besarnya pangsa pasar atau laju pertumbuhan penjualan.

Teori Evaluasi Kognitif
Prinsip teori ini menyatakan bahwa pemberian penghargaan ekstrinsik untuk perilaku karyawan yang sebelumnya telah memberikan kepuasan intrinsik cenderung akan menurunkan level motivasinya secara keseluruhan. Secara historis, telah diasumsikan oleh para teoritikus motivasi bahwa motivasi-motivasi intrinsik seperti keberhasilan, tanggung-jawab, dan kemampuan tidak tergantung adanya motivator ekstrinsik seperti gaji yang tinggi, promosi, hubungan yang baik dengan supervisor, dan kondisi kerja yang menyenangkan. Artinya, pemberian stimulasi kepada yang satu tidak mempengaruhi yang lain.
Teori evaluasi kognitif justru menyatakan jika penghargaan ekstrinsik diberikan kepada seseorang untuk suatu prestasi kerja, hal ini akan menyebabkan turunnya keterkaitan intrinsik terhadap pekerjaan tersebut. Yang bersangkutan akan mengalami kehilangan kontrol terhadap perilakunya sendiri sehingga motivasi intrinsik yang terjadi sebelumnya secara berangsur menghilang. Oleh karena itu, teori ini menganjurkan untuk tidak mengaitkan langsung pemberian penghargaan eksternal dengan prestasi tugas yang kebetulan menarik buat dirinya untuk menghindari terjadinya penurunan motivasi intrinsiknya.
Teori ini berargumen bahwa bila imbalan ekstrinsik digunakan oleh organisasi sebagai hadiah atas kinerja yang unggul, imbalan intrinsic yang berasal dari individu-individu yang melakukan apa yang mereka sukai akan berkurang. Dengan kata lain, bila imbalan ekstrinsik diberikan ke seseorang untuk menjalankan tugas yang menarik imbalan itu akan menyebabkan minat intrinsic terhadap tugas itu motivasi intrinsic sebelumnya akan berkurang. Lagipula, dihilangkannya imbalan ekstrinsik dapat menimbulkan pergeseran-dari penjelasan eksternal ke internal-dalam persepsi sebab akibat individu mengenai mengapa ia mengerjakan tugas tersebut. Jika teori tersebut di anggap sahih teori itu seharusnya mempunyai implikasi besar kepada praktek-praktek manajerial.
Walaupun teori evaluasi kognitif telah dikukuhkan dengan sejumlah studi, teori ini masih juga mendapat serangan, khususnya pada metodelogi yang digunakan dalam studi ini dan pnafsiran atas temuan-temuan itu. Pertama, banyak studi yang menguji teori ini dilakukan pada mahasiswa, bukan karyawan organisasi yang mendapatkan gaji. Dalam dunia nyata, bila imbalan ekstrinsik dihentikan, biasanya individu itu tidak lagi merupakan bagian dari organisasi. Kedua, tingkat motivasi intrinsic yang sangat tinggi sangat menolak dampak yang bersifat merusak dari imbalan ekstrinsik. Oleh karena itu, teori ini mungkin mempunyai keterbatasan untuk diterapkan pada organisasi kerja karena kebanyakan pekerjaan tingkat rendah secara intern tidak cukup memuaskan untuk mendukung berkembangnya intrinsic yang tinggi dan banyak posisi manajerial serta professional menawarkan imbalan intrinsic.

Teori Penetapan Sasaran
Teori bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit, dengan umpan balik, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi bahwa tujuan yang khusus akan sulit menghantar ke kinerja yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan benar, adanya tujuan sulit yang spesifik akan menghasilkan kinerja lebih tinggi bila diterima dengan baik. Kespesifikan tujuan itu sendiri akan bertindak sebagai ransangan internal. Tetapi, adalah logis juga untuk mengandaikan bahwa tujuan yang mudah akan lebih besar kemungkinan untuk diterima. Tetapi sekali seorang karyawan menerima tugas yang sulit, ia akan mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi sampai tugas itu dicapai, diturunkan, atau ditinggalkan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi hubungan tujuan-kinerja, yaitu umpan balik, komitmen tujuan, kefektifan diri yang memadai, dan budaya nasional.
Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh Dr. Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi artikelnya ‘Toward a Theory of Task Motivation and Incentives’ tahun 1968, Locke menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap tugas. Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Beberapa tahun setelah Locke menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang dilakukan Dr. Gary Latham, yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja. Penelitiannya mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Locke mengenai hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan kinerja. Pada tahun 1990, Locke dan Latham menerbitkan karya bersama mereka, ‘A Theory of Goal Setting and Task Performance’.

Teori Penguatan
Teori penguatan atau reinforcement theory of motivation dikemukakan oleh B. F. Skinner (1904-1990) dan rekan-rekannya. Pandangan mereka menyatakan bahwa perilaku individu merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya (rangsangan – respons —  konsekuensi). Teori ini didasarkan atas semacam hukum pengaruh dimana tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang. Teori ini berfokus sepenuhnya pada apa yang terjadi pada seorang individu ketika ia bertindak. Teori ini adalah alat yang kuat untuk menganalisis mekanisme pengendalian untuk perilaku individu. Namun, tidak fokus pada penyebab perilaku individu. Menurut Skinner, lingkungan eksternal organisasi harus dirancang secara efektif dan positif sehingga dapat memotivasi karyawan.


Referensi

Locke, E. A. (1968). Toward a Theory of Task Motivation and Incentives. Organizational Behavior and Human Performance, 3, 57-189.
Hanafi, Mamduh dan Abdul Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Mc. Clelland, David C. 1961. The Achieving Society. New York: D. Van Nostrand Company, Inc.
Suryana, 2006. Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba. Edisi Ketiga.

Comments

Popular posts from this blog

Tes Mengenal dan Memahami Diri Sendiri

STRATEGI DAN INTERVENSI KONSELING

Belajar Verbal