Belajar Verbal
A. PENDAHULUAN
Pembelajaran
verbal (verbal learning) adalah semua
situasi belajar yang menghendaki sipelajar memberikan respon terhadap materi
verbal seperti kata atau memberikan respon yang bersifat verbal.
Kajian
tentang pembelajaran yang sistematik dimulai dengan verbal learning dan isu prisipilnya adalah retensi (retention) asosiasi verbal, yakni mengingat sesuatu yang
dihubungkan dengan yang lain. Misalnya, kata “kursi” dan “meja”, kata “jendela”
dan “pintu”, kedua bentuk kata itu sangat dekat asosiasinya karena sering
muncul dalam konteks dan situasi keseharian hidup manusia.
Ada
dua konsep yang akan dibahas didalam bahasan tentng pembelajaran verbal ini,
yakni contiguity dan frequency. Contiguity ada lah peristiwa
dimana beberapa peristiwa (events)
terjadi secara serentak atau tumapang tindih dalam hal-hal, tempat atau waktu.
Umpamanya , buku, secangkir kopi terletak berdampingan diatas meja, dikatakan
kontigus secara lokasi (spatially
contiguous). Sedangkan percikan air kemuka serentak dengan bunyi disebut
kontigus secara temporal atau waktu (temporal
contiguous). Frequency mengacu
kepada keseringan dua peristiwa terjadi secara serentak. Dua konsep ini penting
dalam kajian ini karena ia merupakan latar belakang kajian tentang verbal
learning.
B. RUANG LINGKUP
Verbal learning atau belajar verbal, pertama kali dikemukakan oleh Hermann Ebbinghaus, seorang
Psikolog Jerman tahun 1885. Ebbinghaus tertarik dengan kondisi-kondisi di mana
manusia belajar membuat asosiasi dan bagaimana asosiasi tersebut kemudian
terlupakan seiring dengan waktu. Sebelum periode ini, diyakini bahwa proses-proses
kompleks seperti itu tidak bisa diteliti lewat eksperimen dan tidak bisa
diukur. Namun, Ebbinghaus mampu menunjukkan bahwa memori manusia tidak hanya
bisa diukur secara tepat dan kuantitatif tapi kondisi-kondisi pembelajaran dan
memori manusia juga bisa diteliti secara eksperimen. Ebbinghaus sangat
dipengaruhi oleh pemikiran sekelompok filsuf yang dikenal dengan nama British Associationist. Dua karakter British Associationist dalam
pembelajaran verbal yakni :
1.
Keyakinan
bahwa pengetahuan kita muncul langsung dari pengalaman. Manusia tidak memiliki
pemikiran yang dibawa sejak lahir tapi memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman di dunia.
2.
Gagasan-gagasan
sederhana bisa dihubungkan bersama untuk membentuk pemikiran-pemikiran yang
lebih kompleks dengan asosiasi. Namun, para filusuf ini tidak mempelajari
pembentukan asosiasi dan Ebbinghaus mengawali studi eksperimental tentang
pembentukan asosiasi.
C. MATERI DAN PROSEDUR
Trigrams
adalah penggunaaan satu huruf, atau tiga huruf yang tidak bersuku kata. Ada
empat prosedur dari pembelajaran verbal yang telah dikembangkan :
1.
Serial
Learning ( Pembelajaran Berseri )
Pembelajaran berseri unit unit verbal
disajikan didalam urutan yang sama dari satu latihan ke latihan lainnya. Contoh
pembelajaran jenis ini yang paling dikenal adalah membaca dan mengingat
alfabeth, menghafal hari dalam seminggu, bulan dalam setahun. Kemampuan orang
mengingat bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, dan alfabeth merupakan
hasil akhir dari pembelajaran berseri. Mereka mampu mengingat urutan dari suatu
yang mereka pelajari dengan urutan yang sama pada saat mereka latihan atau
belajar.
2.
Paired
Asosiate Learning ( Pembelajaran Asosiasi Berpasangan )
Pembelajaran asosiasi berpasangan
tugas sipelajar adalah mempelajari pasangan item, satu dari anggota pasangan
tersebut merupakan stimulus dan yang lainnya merupakan respon. Contoh yang
paling umum dari pembelajaran jenis ini adalah mempelajari kosa kata bahasa
asing. Setiap kata dari bahasa asing dipasangkan dengan kata yang sama didalam
bahasa ibu, umpamanya : “book”-“buku”, “dog”-anjing”, dll.contoh yang lebih
rumit adalah dengan menggunakan pasangan kata yang keduanya, kemudian subjek
melahirkan respon terhadapa pasangan tersebut. Seperti “ dog”, bicycle” sebagai
stimulus maka subjek akan merespon “dog cannot ride bicycle”, cara ini disebut
dengan paired asociate anticipation
method. Maka poin penting yang dapat disimpulkan dari contoh diatas adalah paired asociate learning memerluksn
proses yang lebih kompleks dan menghendaki manusia untuk tidak pasif dalam
memberikan respon terhadap suatu stimulus. Mereka harus belajar untuk
mengorganisir, memahami kode dan melakukan usaha belajar yang lebih banyak.
3.
Free
Recall ( Rikol Bebas )
Pembelajaran ini, subjek disajikan
serangkaian item verbal satu pada suatu saat dan diminta untuk “merikol “
mengingat kembali item tersebut tanpa memperhatikan susunannya. Susunan unit
item pada saat disjikan bervariasi dan sipelajar bebas mengingat kembali
unit-unit tersebut sesuai dengan keinginannya. Bila disajikan serangkaian kata yang bercampur,
umpamanya nama buah-buahan, nama minuman, nama binatang, dll, maka subjek
biasanya merikol atau mengingat kembali sesuai dengan kelompok item-item
tersebut. Kemampuan ini disebut dengan subjective
organization, Karena subjek biasanya menyusun sesuai dengan keinginannya.
Dari jenis belajar ini ada tiga hal yang penting :
a)
Ia membantu investigasi terhadapa
bagaimana sipelajar mengorganisasikan item.
b)
Apa kunci atau tanda yang digunakan
untuk mengorganisasikan dan mengingat item.
c)
Strategi yang digunakan untuk
mengorganisasikan dan mengingat kembali item.
4.
Recognation
Learning ( Pembelajaran Rekognis )
Pembelajaran ini sipelajar
diperlihatkan item didalam fase belajar dan kemudian diuji untuuk mengingat
dalam urutan latihan tertentu. Pada dasarnya tahap belajar ini sama dengan free call learning pada tahap belajar,
ia berbeda pada tahap pemberian ujian. Jadi recognization
learning merupakan proses dimana kita menjadi mampu membedakan peristiwa
yang sudah akrab dengan peristiwa yang belum akrab.
Ada dua jenis ujian ingatan : single item test ( ujian item tunggal )
dan multiple item test ( tes aitem
berganda ), yang menjadi dasar dari pembuatan item berganda ( multiple choice test ). Yang menjadi
masalah dalam hal ini adalah adanya
peluang bias akibat dari terkaan ( guess). Namun hal ini bisa diatasi dengan
hukuman ( penalty ) untuk setiap terkaan yang salah.
D. ASOSIANISME DAN BELAJAR VERBAL
Kajian
pendekatan klasikal dalam belajar verbal berasal dari teori asosiasi.
Prinsip-prinsip yang menekankan pada asosiasi dan frekuensi pengalaman adalah
penting dalam pendekatan asosiasi. Metode pembelajaran asosiasi, baik secara
serial maupun berpasangan, merupakan metode yang sangat dominan bagi para ahli
teori asosiasi. Tujuan utamanya adalah menentukan variabel-variabel yang
mempengaruhi belajar verbal. Variabel-variabel yang dianggap penting adalah
variabel-variabel tugas seperti kebermaknaan item, familiaritas item, frekuensi
pengalaman item dan kemiripan di antara item.
1.
Kebermaknaan
dan Pembelajaran Verbal.
Clyde
Noble menyatakan bahwa salah satu cara yang bisa digunakan untuk memahami
tentang kebermaknaan adalah dengan mengukur jumlah asosiasi yang diberikan
terhadap sebuah kata atau terhadap unit verbalnya. Jadi kebermaknaan bisa
dikatakan sebagai asosiasi yang ditunjukan oleh sebuah unit verbal, dengan
semakin banyak item-item kebermaknaan semakin banyak pula asosiasi.
Pembelajaran
asosiasi kebermaknaan bisa dibagi terdiri dari stimlus dan respon. Semakin
tinggi stimulus dan respon maka pembelajaran berarti semakin baik. Bila tingkat
stimulus dan respon rendah maka tingkat pembelajaran juga rendah. Bagaimana
caranya kebermaknaan bisa mempengaruhi pembelajaran asosiasi? Teori yang
mendasari untuk penjelasan ini adalah teori probalitas asosiasi. Menurut teori
ini dikatakan bahwa semakin banyak asosiasi ditampilkan oleh bagian-bagian
kalimat, semakin besar pula kecenderungan asosiasi yang berasal dari stimulus
dan respon untuk saling berhubungan. Apabila stimulus dan reson bisa
menunjukkan banyak asosiasi, upaya penghubung, akan menjadi lebih mudah,
misalnya upaya menghubungkan sapi dengan anjing, karena mereka sama-sama hewan.
Hubungan keduanya akan menjadi mudah apabila pelajar menganggap hewan sebagai
sebuah asosiasi umum. Teori ini bisa mengalami kesulitan dalam penerapannya.
Pertama apabila respon yang diberikan terhadap stimulus dalam sebuah prosedur
pelatihan yang lebih baik, maka performa dalam proses menggunakan stimuli ini
akan lebih buruk. Ini disebut dengan interference paradok. Kesulitan lainnya
adalah dalam melakukan transfer temuan pelatihan.
Teori
yang lebih umum diterima sekarang ini adalah teori penekanan pada penyimpulan
unit-unit terpadu. Teori ini bersifat lebih kogniti karena ia menekankan kepada
aktivitas-aktivitas manusia. Teori ini berakar dari dua prinsip, satu yang
berhubungan dengan pembelajaran atau pemahaman respon, yang lainnya berhubungan
dengan pembelajaran stimulus yang ditekankan. Dalam hal respon, teori ini
menekankan bahwa respon kebermaknaan memberikan efek dalam proses pemahaman
karena lebih banyak respon kebermaknaan sebagai unit oleh pelajar. Semakin
bermakna respon maka semakin terpadu formasi asosiasi. Kata-kata seperti meja,
kursi, cinta dan psikologi adalah kata-kata yang sudah umum dan sering di
dengar atau digunakan. Di sini stimulus kebermaknaan tampak memberikan efeknya
melalui stabilitas respon persepsi-rekognisi yang dibuat untuk stimuli.
Stimulus berfungsi untuk memancing timbulnya respon bila ia diterima dalam
bentuk yang konsisten. Teori menyatakan bahwa pembelajaran harus
mengidentifikasi respon ke dalam bentuk stimulus respon yang bersifat implisit
dan bisa menjadi representasi bentuk stimulus yang aktual.
2. Kesamaan dan pembelajaran verbal
Kesamaan adalah faktor lain yang berpengaruh terhadap
upaya pemahaman verbal. Efeknya tergantung pada jenis upaya pemahaman verbal
yang dilakukan, kada juga pada upaya pemahaman terhadap alat bantu kesamaan. Kesamaan
formal dan bahan –bahan verbal ditentukan oleh jumlah huruf yang digunakan
dalam membentuk sebuah kelompok item. Semakin banyak elemen yang ada maka
semakin besar tingkat kesamaan item tersebut.
Ada beberapa jenis kesamaan, yaitu :
a) Kesamaan formal adalah jumlah kebiasaan
atau tumpang tindihnya huruf yang digunakan dalam menyusun daftar item.
b) Kesamaan makna berkaitan dengan sinonim
c) Kesamaan konseptual berkaitan dengan
kesamaan konsep dari serangakaian kata.
E. ANALISIS
TAHAP BELAJAR VERBAL
Kajian tentang pembelajaran
verbal mulai menjadi semakin detail selama tahun 1950-an sampai 1960-an, dengan
kajian dan temuan tentang berbagai tahap atau komponen didalam proses
pembelajaran verbal. Tahap-tahap dari proses tersebut antara lain adalah :
1.
Response
and Stimulus learning
Di dalam Response and Stimulus learning, kita melalui dua tahap, yakni tahap
pembelajaran respon ( Learning Response
Stage), suatu tahap dimana kita harus mempelajari respon supaya mampu
mengingat kembali, dan tahap asosiatif (
asosiatif stage ), suatu tahap dimana kita memancing respon tertentu
terhadap suatu stimulus.
2.
Stimulus
and Descrimination
Dalam proses ini si pelajar harus
mampu membedakan antara satu stimulus dengan stimulus yang lain dengan respon
tertentu. Semakin besar tingkat kemiripan stimulus, semakin baik proses
pembelajaran. Sebaliknya jika stimulus sudah jelas berbeda, maka proses tidak
begitu bermakna.
3.
Stimulus
Selection
Dalam proses ini si pelajar
dihadapkan kebeberapa stimulus, mereka menggunakan satu dari stimulus yang
disajikan karena ia berbeda dengan yang lainnya. Stimulus yang disajikan oleh
si peneliti merupakan stimulus nominal (
nominal stimulus ), sedangkan bagian dari stimulus yang digunakan atau
dipilih oleh subjekuntuk memancing respon dinamakan stimulus fingsional ( functional stimulus ).
4.
Stimulus
Coding
Dalam proses ini kita harus
menukar stimulus nominal menjadi beberapa bentuk baru atau penyajian ulang
sebuah stimulus. Dengan kata lain stimulus coding merupakan proses dimana
mengubah atau memindahkan sebuah stimulus nominal menjadi beberapa bentuk baru
atau pengulangan stimulus. Penukaran stimulus dengan bentuk input baru
dinamakan subtitution coding, sedangkan
penukaran yang memerlukan informasi tambahan dinamakan elaboration coding.
Respon, maka proses ini dinamakan backward assosiations. Proses
pembentukan asosiasi pada manusia memang merupakan hal yang sulit untuk
dipelajari, karena, karena adanya pengaruh dari sesuatu yang telah dipelajari.
Namun secara umum diketahui bahwa asosiasi terbentuk secara bertahap. Penyajian
dan latihan yang berulang-ulang merupakan hal yang sangat penting didalam
pembentukan asosiasi.
Menurut pandangan ini pembentukan
asosiasi merupakan proses yang berangsur-angsur dan berkelanjutan. Jika arah
pembentukan asosiasi dari stimulus ke respon, maka proses ini dinamakan forward assosiations, dan sebaliknya
jika arahnya dari respon ke stimulus atau mengingat kembali stimulus bila
disajuikan.
F. PENDEKATAN KOGNITIF
Teori
psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari pengetahuan kognitif yang
telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi
belajar. Pengetahuan kognitif adalah himpunan disiplin yang terdiri dari
psikologi kognitif, ilmu komputer, lingustik, intelegensi buatan dan
epistimologi. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting
proses internal manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif tingkah laku
manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses
mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
Dalam
perspektik psikologi kognitif belajar pada dasarnya adalah peristiwa mental
bukan peristiwa tingkah laku. Meskipun hal-hal yang bersifat tingkah laku
tampak lebih nyata dalam setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahir seorang
anak yang belajar membaca dan menulis akan menggunakan perangkat jasmani untuk
mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi perilaku mengucapkan
kata dan menggoreskan pena bukan semata-mata respon atau stimulus yang ada
melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otak.
Kecakapan kognitif siswa sangat
penting dikembangkan diantaranya adalah:
1.
Strategi
belajar memahami isi materi pelajaran.
2.
Strategi
meyakini materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang
terkandung dalam materi pelajaran.
Untuk lebih terbantunya seseorang
belajar dalam ranah kognitif, maka berikut ini perlu diperhatikan bagaimana
sebuah penyajian materi diberikan:
1.
Pengelompokkan
serta pemanggilan kembali
Kita
telah mencatat bahwa pemanggilan kembali manusia diatur kembali menurut bentuk
asalnya. Ketika diatur dengan rangkian kata dan membutuhkan untuk memanggil
mereka kembali. Kita memanggil pesanan atau hasil menggunakan kata yang berbeda
dari hasil yang kita panggil. Ini disebut pengelompokkan pada pemanggilan
kembali dan ini adalah satu jenis tanda dari proses organisasi pada
pembelajaran verbal. Pada satu waktu kita bisa mengelompokkan atau
mengorganisasian materi verbal dengan menghubungkan satu kata dengan kata yang
lain, jika materi itu saling berhubungan kemudian cenderung memanggil kembali,
proses ini disebut pengelompokan berhubungan. Sebagai contoh kata anak
laki-laki-anak perempuan, malam-siang, hijau-rumput. Jenis pengelompokkan yang
lain adalah pengelompokkan kategori, dimana memanggil item-item dengan menghubungkan
konsep-konsep kategoi pada daftar.
2.
Pengorganisasian
subjektif
Pada
dasarnya manusia juga memaksakan pengorganisasian mereka sendiri pada daftar
lisan ketika tidak ada organisasi peristiwa atau struktur, proses ini disebut
pengorganisasian subjektif.
3. Pengkodean
Proses
mengubah informasi menjadi ingatan disebut tanda. Lebih umum lagi tanda ganti
dari penyusunan informasi sebagai fasilitas ingatan. Contoh kita memberi
hubungan arti silabus BYO, CIE dan IPL dapat dikodekan sebagai BOY, ICE dan
LIP. Proses pengkodean juga meliputi perluasan informasi.
4. Meditasi bahasa alami
Kita
mengetahui salah satu tipe dari pengkodean adalah meditasi bahasa alami. Pada
situasi ini manusia menggunakan bahasa dalam materi pembelajaran. Dalam hal ini
pelajar dilihat sebagai seorang agn aktif dalam memproses informasi. Ketika
memberikan makna informasi pada memori, manusia bisa mengumpulkan informasi
dengan menggunakan kata, frase atau kalimat yang membantu dalam bentuk materi.
5. Perumpamaan mental
Kemampuan
kita menggunakan perumpamaan mental merupakan faktor yang sangat besar dalam
pembelajaran verbal. Dalam hal ini sepasang gabungan kata adalah sepasang
belajar dengan menggunakan perumpamaan mental atau gambar fasilitas belajar.
Perumpamaan
mental dipelajari dengan dua cara yaitu dengan mengajar manusia untuk gagasan
perumpamaan mental ketika belajar materi verbal. Prosedur yang khas adalah
mengajar subjek hanya kepada bicara untuk belajar fakta sepasang mencoba
menggambarkan mental yang akan menghubungkan dua kata maka harus digabungkan.
Prosedur ke dua adalah merobah perumpamaan kata unit verbal dalam pengalaman
belajar, perumpamaan materi verbal adalah meyakinkan merobah perhatian.
Perumpamaan nilai sebagai materi verbal mengurangi kemudahan belajar. Dalam hal
ini rangsangan dan respon lahir sebagai fasilitas belajar.
1. Teori imajinasi
Penjelasan
yang lebih umum tentang efek imajinasi dalam pembelajaran verbal adalah
imajinasi dapat melayani alternatif atau bergabung dengan kode lisan sebagai
sebuah cara menyajikan informasi dalam memori.
Jika
menyajikan beberapa informasi dengan cara ke dua imajinasi dan kode lisan
penyajian akan lebih kuat, ini disebut teori pengkodean rangkap yang diuraikan
oleh AllanPavlov.
Asumsi umum teori kognitif:
a) Beberapa proses pembelajaran dapat menjadi unik dengan
manusia. (Contoh, kompleks bahasa.)
b) Proses kognitif adalah fokus studi. Peristiwa Mental
adalah pusat untuk belajar manusia dan karena itu mereka harus dimasukkan ke
dalam teori belajar.
c) Tujuan pengamatan sistematis perilaku masyarakat harus
menjadi fokus penyelidikan ilmiah, namun, kesimpulan tentang proses mental yang
tidak teramati sering bisa ditarik dari studi tersebut.
d) Individu aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Mereka bukan penerima pasif dari kondisi lingkungan, mereka adalah peserta
aktif dalam proses pembelajaran. Bahkan, mereka dapat mengendalikan
pembelajaran mereka sendiri.
e) Belajar melibatkan pembentukan asosiasi mental yang
belum tentu tercermin dalam perubahan perilaku terbuka. Hal ini sangat
bertentangan dengan posisi behavioris, dimana pembelajaran tidak bisa terjadi
tanpa perubahan perilaku eksternal. Hal ini kontras dengan tujuan perilaku.
f) Pengetahuan diatur. Sebuah pengetahuan individu adalah
diri diselenggarakan melalui asosiasi berbagai mental dan struktur.
g) Belajar adalah suatu proses yang berkaitan informasi
baru untuk mempelajari informasi yang sebelumnya. Belajar yang paling mungkin
terjadi ketika seorang individu dapat belajar baru mengaitkan dengan
pengetahuan sebelumnya.
G. MOTIVASI DAN
BELAJAR VERBAL
Motivasi
adalah kondisi psikologis yang menimbulkan, mengarahkan, dan mempertahankan
tingkah laku tertentu (Pitrinch & Schunk, dalam Sukadji &
Singgih-Salim, 2001). Winkel (1996) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arahan pada
kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan. Motivasi merupakan syarat mutlak
untuk belajar dan mempengaruhi arah aktivitas yang dipilih serta intensitas
keterlibatan seseorang dalam suatu aktivitas.
Jenis-jenis
Motivasi McClelland (dalam Sukadji dan Singgih-Salim, 2001) mengemukakan bahwa
manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya dipengaruhi oleh motif.
Ada 3 kelompok motif yang
dikemukakan olehnya, yaitu :
1. Motif untuk berhubungan dengan orang lain (Affiliation Motive)
Adalah motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang untuk berhubungan dengan orang lain. Yang menjadi tujuan adalah suasana akrab dan harmonis. Ciri-ciri orang dengan motif afiliasi tinggi adalah : senang berada di dalam suasana akrab, risau bila harus berpisah dengan sahabat, berusaha diterima kelompok, dalam bekerja atau belajar melihat dengan siapa ia bekerja atau belajar.
Adalah motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang untuk berhubungan dengan orang lain. Yang menjadi tujuan adalah suasana akrab dan harmonis. Ciri-ciri orang dengan motif afiliasi tinggi adalah : senang berada di dalam suasana akrab, risau bila harus berpisah dengan sahabat, berusaha diterima kelompok, dalam bekerja atau belajar melihat dengan siapa ia bekerja atau belajar.
2. Motif untuk berkuasa (Power Motive) Motif yang menyebabkan seseorang ingin menguasai atau
mendominasi orang lain dalam berhubungan dengan orang lain dan cenderung
bertingkah laku otoriter.
3. Motif untuk berprestasi Adalah motif yang mendorong
seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran
keunggulan, baik yang berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu
atau prestasi orang lain.Yang terpenting adalah bagaimana caranya ia dapat
mencapai suatu prestasi tertentu.
Ciri-ciri
orang dengan motif berprestasi tinggi adalah :
1. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah
2. Menentukan sendiri standar prestasi
3. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik
pada tugas rutin tetapi biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas
yang memiliki arti bagi mereka
4. Tidak didorong oleh hadiah dalam melakukan sesuatu
5. Cenderung mengambil resiko bertaraf sedang dan
diperhitungkan
6. Mencoba mendapat umpan balik dari tindakannya
7. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan
8. Bergaul lebih untuk memperoleh pengalaman
9. Menyenangi situasi menantang, dimana mereka dapat
memanfaatkan kemampuannya.
10. Cenderung mencari cara unik untuk menyelesaikan
masalah
11. Kreatif
12. Dalam belajar seakan-akan dikejar-kejar waktu.
Tokoh lain
membagi motivasi menurut sumbernya, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Siswa dengan motivasi intrinsik mampu bersedia untuk belajar
walaupun tidak ada insentif atau hadiah. Contoh: siswa yang menyukai mata pelajaran
tertentu akan menganggap mata pelajaran itu merupakan motivasi mereka untuk
belajar. Mereka hanya membutuhkan sedikit dorongan atau hadiah untuk belajar
hal-hal yang penting agar memiliki pengetahuan yang banyak. Mereka juga akan
bekerja keras untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Sedangkan siswa dengan
motivasi ekstrinsik akan membutuhkan adanya pemberian pujian atau pemberian
nilai sebagai hadiah atas prestasi yang diraihnya (Djiwandono, 2002).
Dalam proses
belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak memiliki
motivasi tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Seseorang yang tidak
mempunyai keinginan untuk belajar, dorongan dari luar dirinya merupakan
motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik
diperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai
pelajar.
Motivasi dalam bentuk
ketidaknyamanan :
1. Kecemasan
Motivasi
merupakan faktor yang mempengaruhi dalam belajar dan juga mempengaruhi
kecemasan dalam pembelajaran verbal. Motivasi merupakan bentuk untuk mengatasi
kecemasan dengan perbuatan. Masalah ini menjadi komplek dengan berkurangnya
motivasi adalah perlu untuk mengembagkan pembelajaran yang optimal. Pengaruh
kecemasan tidak hanya ketika belajar tetapi juga terjadi di ruangan kelas.
Siswa yang mempunyai kecemasan tinggi akan memperhatikan hal-hal yang tidak
berhubungan dengan kelas, seperti retaknya dinding, sebuah coretan di meja,
pakaian instruktur, wajah atau penampilan dan yang lain yang dilakukan oleh
orang lain. Akhirnya siswa akan kurang berfikir dengan topik diskusi dan bahan
pelajaran. Dengan demikian perhatian seseorang itu akan menyimpang dari penjelasan
dosen sewaktu di kelas ketika kita sedang dalam keadaan cemas.
2. Mengontrol Kecemasan
Setiap orang
mempunyi rasa cemas pada satu waktu. Lagi pula rasa cemas sedikit banyak bisa
digunakan karena bisa membentuk sebuah bentuk topik, oleh karena itu permasalahan
tidak hanya pada hal menghindari kecemasan, tetapi yang sangat penting adalah
bagaimana mengontrol dan mengatasi kecemasan tersebut. Permasalahan kecemasan
ini berpengaruh pada situasi pembelajaran. Kecemasan itu biasanya terjadi di
ruangan kelas. Ini adalah secara umum kecemasan yang terjadi di kelas, ketika
pengajar menanyakan pertanyaan kepada siswanya. Jika cemas seseorang cendrung
tidak berfikir tentang suatu topik pelajaran, namun akan cenderung untuk
melamun tentang suatu peristiwa yang lain. Melamun sedikit banyaknya adalah
normal tetapi kita bisa melihat bahwa melamun di ruangan kelas itu tidak
produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Henry.
C.Ellis, Fundamentals of Human Learning,
Memory and Cognition,(2ndEdition). Lowa: Wm.C.Brown Company Publisher
Comments
Post a Comment