Belajar Verbal


 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg062IjcP9m3-jgjlHpuw2MrkTLkShQK9Z6ULM24oBy3t-vXwJv4YMT2njF1rgiUpSanq7d3awS1ws15HMaV-0GJ-SGbIb1owbMNg_nr1PiSg0mb0ml_j2tC1O6gvfhJCkfcnWwd-0yOJ4/s1600/pengertian+kalimat+verbal+dan+kalimat+nominal+-+ionetwo.jpg


A. PENDAHULUAN
Pembelajaran verbal (verbal learning) adalah semua situasi belajar yang menghendaki sipelajar memberikan respon terhadap materi verbal seperti kata atau memberikan respon yang bersifat verbal.
Kajian tentang pembelajaran yang sistematik dimulai dengan verbal learning dan isu prisipilnya adalah retensi (retention)  asosiasi verbal, yakni mengingat sesuatu yang dihubungkan dengan yang lain. Misalnya, kata “kursi” dan “meja”, kata “jendela” dan “pintu”, kedua bentuk kata itu sangat dekat asosiasinya karena sering muncul dalam konteks dan situasi keseharian hidup manusia.
Ada dua konsep yang akan dibahas didalam bahasan tentng pembelajaran verbal ini, yakni contiguity dan frequency. Contiguity ada lah peristiwa dimana beberapa peristiwa (events) terjadi secara serentak atau tumapang tindih dalam hal-hal, tempat atau waktu. Umpamanya , buku, secangkir kopi terletak berdampingan diatas meja, dikatakan kontigus secara lokasi (spatially contiguous). Sedangkan percikan air kemuka serentak dengan bunyi disebut kontigus secara temporal atau waktu (temporal contiguous). Frequency mengacu kepada keseringan dua peristiwa terjadi secara serentak. Dua konsep ini penting dalam kajian ini karena ia merupakan latar belakang kajian tentang verbal learning.

B. RUANG LINGKUP
Verbal learning atau belajar verbal, pertama kali  dikemukakan oleh Hermann Ebbinghaus, seorang Psikolog Jerman tahun 1885. Ebbinghaus tertarik dengan kondisi-kondisi di mana manusia belajar membuat asosiasi dan bagaimana asosiasi tersebut kemudian terlupakan seiring dengan waktu. Sebelum periode ini, diyakini bahwa proses-proses kompleks seperti itu tidak bisa diteliti lewat eksperimen dan tidak bisa diukur. Namun, Ebbinghaus mampu menunjukkan bahwa memori manusia tidak hanya bisa diukur secara tepat dan kuantitatif tapi kondisi-kondisi pembelajaran dan memori manusia juga bisa diteliti secara eksperimen. Ebbinghaus sangat dipengaruhi oleh pemikiran sekelompok filsuf yang dikenal dengan nama British Associationist. Dua karakter British Associationist dalam pembelajaran verbal yakni :
1.      Keyakinan bahwa pengetahuan kita muncul langsung dari pengalaman. Manusia tidak memiliki pemikiran yang dibawa sejak lahir tapi memperoleh pengetahuan melalui pengalaman di dunia.
2.      Gagasan-gagasan sederhana bisa dihubungkan bersama untuk membentuk pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks dengan asosiasi. Namun, para filusuf ini tidak mempelajari pembentukan asosiasi dan Ebbinghaus mengawali studi eksperimental tentang pembentukan asosiasi.

C. MATERI DAN PROSEDUR
Trigrams adalah penggunaaan satu huruf, atau tiga huruf yang tidak bersuku kata. Ada empat prosedur dari pembelajaran verbal yang telah dikembangkan :
1.      Serial Learning (  Pembelajaran Berseri )
Pembelajaran berseri unit unit verbal disajikan didalam urutan yang sama dari satu latihan ke latihan lainnya. Contoh pembelajaran jenis ini yang paling dikenal adalah membaca dan mengingat alfabeth, menghafal hari dalam seminggu, bulan dalam setahun. Kemampuan orang mengingat bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, dan alfabeth merupakan hasil akhir dari pembelajaran berseri. Mereka mampu mengingat urutan dari suatu yang mereka pelajari dengan urutan yang sama pada saat mereka latihan atau belajar.
2.      Paired Asosiate Learning ( Pembelajaran Asosiasi Berpasangan )
Pembelajaran asosiasi berpasangan tugas sipelajar adalah mempelajari pasangan item, satu dari anggota pasangan tersebut merupakan stimulus dan yang lainnya merupakan respon. Contoh yang paling umum dari pembelajaran jenis ini adalah mempelajari kosa kata bahasa asing. Setiap kata dari bahasa asing dipasangkan dengan kata yang sama didalam bahasa ibu, umpamanya : “book”-“buku”, “dog”-anjing”, dll.contoh yang lebih rumit adalah dengan menggunakan pasangan kata yang keduanya, kemudian subjek melahirkan respon terhadapa pasangan tersebut. Seperti “ dog”, bicycle” sebagai stimulus maka subjek akan merespon “dog cannot ride bicycle”, cara ini disebut dengan paired asociate anticipation method. Maka poin penting yang dapat disimpulkan dari contoh diatas adalah paired asociate learning memerluksn proses yang lebih kompleks dan menghendaki manusia untuk tidak pasif dalam memberikan respon terhadap suatu stimulus. Mereka harus belajar untuk mengorganisir, memahami kode dan melakukan usaha belajar yang lebih banyak.
3.      Free Recall ( Rikol Bebas )
Pembelajaran ini, subjek disajikan serangkaian item verbal satu pada suatu saat dan diminta untuk “merikol “ mengingat kembali item tersebut tanpa memperhatikan susunannya. Susunan unit item pada saat disjikan bervariasi dan sipelajar bebas mengingat kembali unit-unit tersebut sesuai dengan keinginannya. Bila  disajikan serangkaian kata yang bercampur, umpamanya nama buah-buahan, nama minuman, nama binatang, dll, maka subjek biasanya merikol atau mengingat kembali sesuai dengan kelompok item-item tersebut. Kemampuan ini disebut dengan subjective organization, Karena subjek biasanya menyusun sesuai dengan keinginannya. Dari jenis belajar ini ada tiga hal yang penting :
a)    Ia membantu investigasi terhadapa bagaimana sipelajar mengorganisasikan item.
b)    Apa kunci atau tanda yang digunakan untuk mengorganisasikan dan mengingat item.
c)    Strategi yang digunakan untuk mengorganisasikan dan mengingat kembali item.
4.      Recognation Learning ( Pembelajaran Rekognis )
Pembelajaran ini sipelajar diperlihatkan item didalam fase belajar dan kemudian diuji untuuk mengingat dalam urutan latihan tertentu. Pada dasarnya tahap belajar ini sama dengan free call learning pada tahap belajar, ia berbeda pada tahap pemberian ujian. Jadi recognization learning merupakan proses dimana kita menjadi mampu membedakan peristiwa yang sudah akrab dengan peristiwa yang belum akrab.
Ada dua jenis ujian ingatan : single item test ( ujian item tunggal ) dan multiple item test ( tes aitem berganda ), yang menjadi dasar dari pembuatan item berganda ( multiple choice test ). Yang menjadi masalah  dalam hal ini adalah adanya peluang bias akibat dari terkaan ( guess). Namun hal ini bisa diatasi dengan hukuman ( penalty ) untuk setiap terkaan yang salah.

D. ASOSIANISME DAN BELAJAR VERBAL
Kajian pendekatan klasikal dalam belajar verbal berasal dari teori asosiasi. Prinsip-prinsip yang menekankan pada asosiasi dan frekuensi pengalaman adalah penting dalam pendekatan asosiasi. Metode pembelajaran asosiasi, baik secara serial maupun berpasangan, merupakan metode yang sangat dominan bagi para ahli teori asosiasi. Tujuan utamanya adalah menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi belajar verbal. Variabel-variabel yang dianggap penting adalah variabel-variabel tugas seperti kebermaknaan item, familiaritas item, frekuensi pengalaman item dan kemiripan di antara item.


1.      Kebermaknaan dan Pembelajaran Verbal.
Clyde Noble menyatakan bahwa salah satu cara yang bisa digunakan untuk memahami tentang kebermaknaan adalah dengan mengukur jumlah asosiasi yang diberikan terhadap sebuah kata atau terhadap unit verbalnya. Jadi kebermaknaan bisa dikatakan sebagai asosiasi yang ditunjukan oleh sebuah unit verbal, dengan semakin banyak item-item kebermaknaan semakin banyak pula asosiasi.
Pembelajaran asosiasi kebermaknaan bisa dibagi terdiri dari stimlus dan respon. Semakin tinggi stimulus dan respon maka pembelajaran berarti semakin baik. Bila tingkat stimulus dan respon rendah maka tingkat pembelajaran juga rendah. Bagaimana caranya kebermaknaan bisa mempengaruhi pembelajaran asosiasi? Teori yang mendasari untuk penjelasan ini adalah teori probalitas asosiasi. Menurut teori ini dikatakan bahwa semakin banyak asosiasi ditampilkan oleh bagian-bagian kalimat, semakin besar pula kecenderungan asosiasi yang berasal dari stimulus dan respon untuk saling berhubungan. Apabila stimulus dan reson bisa menunjukkan banyak asosiasi, upaya penghubung, akan menjadi lebih mudah, misalnya upaya menghubungkan sapi dengan anjing, karena mereka sama-sama hewan. Hubungan keduanya akan menjadi mudah apabila pelajar menganggap hewan sebagai sebuah asosiasi umum. Teori ini bisa mengalami kesulitan dalam penerapannya. Pertama apabila respon yang diberikan terhadap stimulus dalam sebuah prosedur pelatihan yang lebih baik, maka performa dalam proses menggunakan stimuli ini akan lebih buruk. Ini disebut dengan interference paradok. Kesulitan lainnya adalah dalam melakukan transfer temuan pelatihan.
Teori yang lebih umum diterima sekarang ini adalah teori penekanan pada penyimpulan unit-unit terpadu. Teori ini bersifat lebih kogniti karena ia menekankan kepada aktivitas-aktivitas manusia. Teori ini berakar dari dua prinsip, satu yang berhubungan dengan pembelajaran atau pemahaman respon, yang lainnya berhubungan dengan pembelajaran stimulus yang ditekankan. Dalam hal respon, teori ini menekankan bahwa respon kebermaknaan memberikan efek dalam proses pemahaman karena lebih banyak respon kebermaknaan sebagai unit oleh pelajar. Semakin bermakna respon maka semakin terpadu formasi asosiasi. Kata-kata seperti meja, kursi, cinta dan psikologi adalah kata-kata yang sudah umum dan sering di dengar atau digunakan. Di sini stimulus kebermaknaan tampak memberikan efeknya melalui stabilitas respon persepsi-rekognisi yang dibuat untuk stimuli. Stimulus berfungsi untuk memancing timbulnya respon bila ia diterima dalam bentuk yang konsisten. Teori menyatakan bahwa pembelajaran harus mengidentifikasi respon ke dalam bentuk stimulus respon yang bersifat implisit dan bisa menjadi representasi bentuk stimulus yang aktual.
2.      Kesamaan dan pembelajaran verbal
Kesamaan adalah faktor lain yang berpengaruh terhadap upaya pemahaman verbal. Efeknya tergantung pada jenis upaya pemahaman verbal yang dilakukan, kada juga pada upaya pemahaman terhadap alat bantu kesamaan. Kesamaan formal dan bahan –bahan verbal ditentukan oleh jumlah huruf yang digunakan dalam membentuk sebuah kelompok item. Semakin banyak elemen yang ada maka semakin besar tingkat kesamaan item tersebut.
       Ada beberapa jenis kesamaan, yaitu :
a)    Kesamaan formal adalah jumlah kebiasaan atau tumpang tindihnya huruf yang digunakan dalam menyusun daftar item.
b)    Kesamaan makna berkaitan dengan sinonim
c)    Kesamaan konseptual berkaitan dengan kesamaan konsep dari serangakaian kata.

E.  ANALISIS TAHAP BELAJAR VERBAL
Kajian tentang pembelajaran verbal mulai menjadi semakin detail selama tahun 1950-an sampai 1960-an, dengan kajian dan temuan tentang berbagai tahap atau komponen didalam proses pembelajaran verbal. Tahap-tahap dari proses tersebut antara lain adalah :
1.      Response and Stimulus learning
Di dalam Response and Stimulus learning, kita melalui dua tahap, yakni tahap pembelajaran respon ( Learning Response Stage), suatu tahap dimana kita harus mempelajari respon supaya mampu mengingat kembali, dan tahap asosiatif ( asosiatif stage ), suatu tahap dimana kita memancing respon tertentu terhadap suatu stimulus.
2.      Stimulus and Descrimination
Dalam proses ini si pelajar harus mampu membedakan antara satu stimulus dengan stimulus yang lain dengan respon tertentu. Semakin besar tingkat kemiripan stimulus, semakin baik proses pembelajaran. Sebaliknya jika stimulus sudah jelas berbeda, maka proses tidak begitu bermakna.
3.      Stimulus Selection
Dalam proses ini si pelajar dihadapkan kebeberapa stimulus, mereka menggunakan satu dari stimulus yang disajikan karena ia berbeda dengan yang lainnya. Stimulus yang disajikan oleh si peneliti merupakan stimulus nominal ( nominal stimulus ), sedangkan bagian dari stimulus yang digunakan atau dipilih oleh subjekuntuk memancing respon dinamakan stimulus fingsional ( functional stimulus ).
4.      Stimulus Coding
Dalam proses ini kita harus menukar stimulus nominal menjadi beberapa bentuk baru atau penyajian ulang sebuah stimulus. Dengan kata lain stimulus coding merupakan proses dimana mengubah atau memindahkan sebuah stimulus nominal menjadi beberapa bentuk baru atau pengulangan stimulus. Penukaran stimulus dengan bentuk input baru dinamakan subtitution coding, sedangkan penukaran yang memerlukan informasi tambahan dinamakan elaboration coding.
Respon, maka proses ini dinamakan backward assosiations. Proses pembentukan asosiasi pada manusia memang merupakan hal yang sulit untuk dipelajari, karena, karena adanya pengaruh dari sesuatu yang telah dipelajari. Namun secara umum diketahui bahwa asosiasi terbentuk secara bertahap. Penyajian dan latihan yang berulang-ulang merupakan hal yang sangat penting didalam pembentukan asosiasi.
Menurut pandangan ini pembentukan asosiasi merupakan proses yang berangsur-angsur dan berkelanjutan. Jika arah pembentukan asosiasi dari stimulus ke respon, maka proses ini dinamakan forward assosiations, dan sebaliknya jika arahnya dari respon ke stimulus atau mengingat kembali stimulus bila disajuikan.

F.  PENDEKATAN KOGNITIF
Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari pengetahuan kognitif yang telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar. Pengetahuan kognitif adalah himpunan disiplin yang terdiri dari psikologi kognitif, ilmu komputer, lingustik, intelegensi buatan dan epistimologi. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
Dalam perspektik psikologi kognitif belajar pada dasarnya adalah peristiwa mental bukan peristiwa tingkah laku. Meskipun hal-hal yang bersifat tingkah laku tampak lebih nyata dalam setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahir seorang anak yang belajar membaca dan menulis akan menggunakan perangkat jasmani untuk mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi perilaku mengucapkan kata dan menggoreskan pena bukan semata-mata respon atau stimulus yang ada melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otak.
            Kecakapan kognitif siswa sangat penting dikembangkan diantaranya adalah:
1.      Strategi belajar memahami isi materi pelajaran.
2.      Strategi meyakini materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran.
            Untuk lebih terbantunya seseorang belajar dalam ranah kognitif, maka berikut ini perlu diperhatikan bagaimana sebuah penyajian materi diberikan:
1.      Pengelompokkan serta pemanggilan kembali
Kita telah mencatat bahwa pemanggilan kembali manusia diatur kembali menurut bentuk asalnya. Ketika diatur dengan rangkian kata dan membutuhkan untuk memanggil mereka kembali. Kita memanggil pesanan atau hasil menggunakan kata yang berbeda dari hasil yang kita panggil. Ini disebut pengelompokkan pada pemanggilan kembali dan ini adalah satu jenis tanda dari proses organisasi pada pembelajaran verbal. Pada satu waktu kita bisa mengelompokkan atau mengorganisasian materi verbal dengan menghubungkan satu kata dengan kata yang lain, jika materi itu saling berhubungan kemudian cenderung memanggil kembali, proses ini disebut pengelompokan berhubungan. Sebagai contoh kata anak laki-laki-anak perempuan, malam-siang, hijau-rumput. Jenis pengelompokkan yang lain adalah pengelompokkan kategori, dimana memanggil item-item dengan menghubungkan konsep-konsep kategoi pada daftar.
2.      Pengorganisasian subjektif
Pada dasarnya manusia juga memaksakan pengorganisasian mereka sendiri pada daftar lisan ketika tidak ada organisasi peristiwa atau struktur, proses ini disebut pengorganisasian subjektif.
3.      Pengkodean
Proses mengubah informasi menjadi ingatan disebut tanda. Lebih umum lagi tanda ganti dari penyusunan informasi sebagai fasilitas ingatan. Contoh kita memberi hubungan arti silabus BYO, CIE dan IPL dapat dikodekan sebagai BOY, ICE dan LIP. Proses pengkodean juga meliputi perluasan informasi.
4.      Meditasi bahasa alami
Kita mengetahui salah satu tipe dari pengkodean adalah meditasi bahasa alami. Pada situasi ini manusia menggunakan bahasa dalam materi pembelajaran. Dalam hal ini pelajar dilihat sebagai seorang agn aktif dalam memproses informasi. Ketika memberikan makna informasi pada memori, manusia bisa mengumpulkan informasi dengan menggunakan kata, frase atau kalimat yang membantu dalam bentuk materi.
5.      Perumpamaan mental
Kemampuan kita menggunakan perumpamaan mental merupakan faktor yang sangat besar dalam pembelajaran verbal. Dalam hal ini sepasang gabungan kata adalah sepasang belajar dengan menggunakan perumpamaan mental atau gambar fasilitas belajar.
Perumpamaan mental dipelajari dengan dua cara yaitu dengan mengajar manusia untuk gagasan perumpamaan mental ketika belajar materi verbal. Prosedur yang khas adalah mengajar subjek hanya kepada bicara untuk belajar fakta sepasang mencoba menggambarkan mental yang akan menghubungkan dua kata maka harus digabungkan. Prosedur ke dua adalah merobah perumpamaan kata unit verbal dalam pengalaman belajar, perumpamaan materi verbal adalah meyakinkan merobah perhatian. Perumpamaan nilai sebagai materi verbal mengurangi kemudahan belajar. Dalam hal ini rangsangan dan respon lahir sebagai fasilitas belajar.

1.       Teori imajinasi
Penjelasan yang lebih umum tentang efek imajinasi dalam pembelajaran verbal adalah imajinasi dapat melayani alternatif atau bergabung dengan kode lisan sebagai sebuah cara menyajikan informasi dalam memori.
Jika menyajikan beberapa informasi dengan cara ke dua imajinasi dan kode lisan penyajian akan lebih kuat, ini disebut teori pengkodean rangkap yang diuraikan oleh AllanPavlov.
       Asumsi umum teori kognitif:
a)    Beberapa proses pembelajaran dapat menjadi unik dengan manusia. (Contoh, kompleks bahasa.)
b)    Proses kognitif adalah fokus studi. Peristiwa Mental adalah pusat untuk belajar manusia dan karena itu mereka harus dimasukkan ke dalam teori belajar.
c)    Tujuan pengamatan sistematis perilaku masyarakat harus menjadi fokus penyelidikan ilmiah, namun, kesimpulan tentang proses mental yang tidak teramati sering bisa ditarik dari studi tersebut.
d)    Individu aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Mereka bukan penerima pasif dari kondisi lingkungan, mereka adalah peserta aktif dalam proses pembelajaran. Bahkan, mereka dapat mengendalikan pembelajaran mereka sendiri.
e)    Belajar melibatkan pembentukan asosiasi mental yang belum tentu tercermin dalam perubahan perilaku terbuka. Hal ini sangat bertentangan dengan posisi behavioris, dimana pembelajaran tidak bisa terjadi tanpa perubahan perilaku eksternal. Hal ini kontras dengan tujuan perilaku.
f)      Pengetahuan diatur. Sebuah pengetahuan individu adalah diri diselenggarakan melalui asosiasi berbagai mental dan struktur.
g)    Belajar adalah suatu proses yang berkaitan informasi baru untuk mempelajari informasi yang sebelumnya. Belajar yang paling mungkin terjadi ketika seorang individu dapat belajar baru mengaitkan dengan pengetahuan sebelumnya.

G. MOTIVASI DAN BELAJAR VERBAL
Motivasi adalah kondisi psikologis yang menimbulkan, mengarahkan, dan mempertahankan tingkah laku tertentu (Pitrinch & Schunk, dalam Sukadji & Singgih-Salim, 2001). Winkel (1996) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arahan pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan. Motivasi merupakan syarat mutlak untuk belajar dan mempengaruhi arah aktivitas yang dipilih serta intensitas keterlibatan seseorang dalam suatu aktivitas.
Jenis-jenis Motivasi McClelland (dalam Sukadji dan Singgih-Salim, 2001) mengemukakan bahwa manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya dipengaruhi oleh motif.
            Ada 3 kelompok motif yang dikemukakan olehnya, yaitu :
1.      Motif untuk berhubungan dengan orang lain (Affiliation Motive)
Adalah motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang untuk berhubungan dengan orang lain. Yang menjadi tujuan adalah suasana akrab dan harmonis. Ciri-ciri orang dengan motif afiliasi tinggi adalah : senang berada di dalam suasana akrab, risau bila harus berpisah dengan sahabat, berusaha diterima kelompok, dalam bekerja atau belajar melihat dengan siapa ia bekerja atau belajar.
2.      Motif untuk berkuasa (Power Motive) Motif yang menyebabkan seseorang ingin menguasai atau mendominasi orang lain dalam berhubungan dengan orang lain dan cenderung bertingkah laku otoriter.
3.      Motif untuk berprestasi Adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik yang berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu atau prestasi orang lain.Yang terpenting adalah bagaimana caranya ia dapat mencapai suatu prestasi tertentu.
Ciri-ciri orang dengan motif berprestasi tinggi adalah :
1.    Selalu berusaha, tidak mudah menyerah
2.    Menentukan sendiri standar prestasi
3.    Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas rutin tetapi biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas yang memiliki arti bagi mereka
4.    Tidak didorong oleh hadiah dalam melakukan sesuatu
5.    Cenderung mengambil resiko bertaraf sedang dan diperhitungkan
6.    Mencoba mendapat umpan balik dari tindakannya
7.    Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan
8.    Bergaul lebih untuk memperoleh pengalaman
9.    Menyenangi situasi menantang, dimana mereka dapat memanfaatkan kemampuannya.
10.     Cenderung mencari cara unik untuk menyelesaikan masalah
11.     Kreatif
12.     Dalam belajar seakan-akan dikejar-kejar waktu.
Tokoh lain membagi motivasi menurut sumbernya, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Siswa dengan motivasi intrinsik mampu bersedia untuk belajar walaupun tidak ada insentif atau hadiah. Contoh: siswa yang menyukai mata pelajaran tertentu akan menganggap mata pelajaran itu merupakan motivasi mereka untuk belajar. Mereka hanya membutuhkan sedikit dorongan atau hadiah untuk belajar hal-hal yang penting agar memiliki pengetahuan yang banyak. Mereka juga akan bekerja keras untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Sedangkan siswa dengan motivasi ekstrinsik akan membutuhkan adanya pemberian pujian atau pemberian nilai sebagai hadiah atas prestasi yang diraihnya (Djiwandono, 2002).
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Seseorang yang tidak mempunyai keinginan untuk belajar, dorongan dari luar dirinya merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik diperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai pelajar.
            Motivasi dalam bentuk ketidaknyamanan :
1.    Kecemasan
Motivasi merupakan faktor yang mempengaruhi dalam belajar dan juga mempengaruhi kecemasan dalam pembelajaran verbal. Motivasi merupakan bentuk untuk mengatasi kecemasan dengan perbuatan. Masalah ini menjadi komplek dengan berkurangnya motivasi adalah perlu untuk mengembagkan pembelajaran yang optimal. Pengaruh kecemasan tidak hanya ketika belajar tetapi juga terjadi di ruangan kelas. Siswa yang mempunyai kecemasan tinggi akan memperhatikan hal-hal yang tidak berhubungan dengan kelas, seperti retaknya dinding, sebuah coretan di meja, pakaian instruktur, wajah atau penampilan dan yang lain yang dilakukan oleh orang lain. Akhirnya siswa akan kurang berfikir dengan topik diskusi dan bahan pelajaran. Dengan demikian perhatian seseorang itu akan menyimpang dari penjelasan dosen sewaktu di kelas ketika kita sedang dalam keadaan cemas.
2.    Mengontrol Kecemasan
Setiap orang mempunyi rasa cemas pada satu waktu. Lagi pula rasa cemas sedikit banyak bisa digunakan karena bisa membentuk sebuah bentuk topik, oleh karena itu permasalahan tidak hanya pada hal menghindari kecemasan, tetapi yang sangat penting adalah bagaimana mengontrol dan mengatasi kecemasan tersebut. Permasalahan kecemasan ini berpengaruh pada situasi pembelajaran. Kecemasan itu biasanya terjadi di ruangan kelas. Ini adalah secara umum kecemasan yang terjadi di kelas, ketika pengajar menanyakan pertanyaan kepada siswanya. Jika cemas seseorang cendrung tidak berfikir tentang suatu topik pelajaran, namun akan cenderung untuk melamun tentang suatu peristiwa yang lain. Melamun sedikit banyaknya adalah normal tetapi kita bisa melihat bahwa melamun di ruangan kelas itu tidak produktif.





DAFTAR PUSTAKA
Henry. C.Ellis, Fundamentals of Human Learning, Memory and Cognition,(2ndEdition). Lowa: Wm.C.Brown Company Publisher

Comments

Popular posts from this blog

Tes Mengenal dan Memahami Diri Sendiri

STRATEGI DAN INTERVENSI KONSELING