STRATEGI DAN INTERVENSI KONSELING

A. KONSELING SEBAGAI PROFESI BANTUAN
Konseling adalah profesi bantuan. Proses bantuan ini terdiri atas kumpulan profesional. Tiap-tiap profesional menyesuaikan dengan kebutuhan khusus pribadi atau masyarakat. Proses bantuan ini mempunyai beberapa dimensi yang masing-masing memberikan kontribusi terhadap deinisi bantuan.

Dimensi pertama dari bantuan itu, yaitu kondisi-kondisi yang mendasari bantuan meliputi adanya kejelasan dari seseorang untuk mencari bantuan; adanya keinginan dari seseorang untuk memberikan bantuan, keterampilan-keterampilan konselor, dan setting yang memungkinkan bantuan diberikan dan diterima.
Dimensi kedua dari bantuan itu, yaitu beberapa prakondisi untuk bantuan yang meliputi karakteristik-karakteristik dari pemberi bantuan (konselor) dan klien.
Karakteristik-karakteristik klien meliputi:
1) Keterampilan-keterampilan penguasaan
2) Kemampuan-kemampuan menyelesaikan masalah
3) Konsep diri
4) Temperamen
5) Pengalaman-pengalaman interpersonal
Adapun karakteristik-karakteristik pemberi bantuan (konselor) meliputi
1) Pengalaman memberi bantuan dalam peran bantuan
2) Konsep diri
3) Sikap profesional
4) Pengalaman interpersonal
5) Kesadaran diri yang memengaruhi perkembangan hubungan
Dimensi ketiga dari bantuan adalah hasil-hasil atau hasil akhir dari hubungan antara pemberi bantuan (konselor) dan klien.
Konseling profesional memiliki empat unsur, yaitu
1) Kualitas-kualitas probadi konselor
2) Keterampilan-keterampilan antarpribadi yang dimiliki konselor
3) Keterampilan-keterampilan membedakan dan konseptualisasi yang dimiliki konselor
4) Keterampilan-keterampilan intervensi yang dimiliki konselor

B. HUBUNGAN BANTUAN (KONSELING)
Keberhasilan dalam konseling banyak ditentukan oleh kualitas hubungan. Rogers mengatakan, bahwa dalam hubungan bantuan terdapat kondisi-kondisi penting untuk terjadinya perubahan kepribadian yang positif. Kondisi-kondisi tersebut mengarah pada karakteristik hubungan antarpribadi yang konstruktif. Kondisi-kondisi tersebut meliputi
Empati merupakan kekuatan untuk mengerti perasaan orang lain. Rogers mengatakan, bahwa empati itu merupakan pemahaman terhadap kerangka berpikir internal orang lain secara tepat. Pemahaman empati itu meliputi (1) merasakan dunia klien secara tepat, (2) membagi / mengkomunikasikan pemahaman konselor dengan klien secara verbal.
Penghargaan Positif merupakan penghargaan terhadap klien sebagai pribadi yang unik dan berguna. Rogers menjelaskan penghargaan positif itu tanpa syarat, yakni menghormati dan menerima klien apa adanya tanpa membedakan nilai dan pandangan.
Hendaknya, konselor menunjukkan keaslian dalam konseling. Rogers cenderung menghubungkan istilah keaslian ini dengan istilah kesesuaian, yaitu kondisi yang mencerminkan kejujuran, kejelasan, dan keterbukaan. Keaslian konselor terhadap klien dapat memperlancar suasana saling percaya.

C. ATTENDING TERHADAP KLIEN
Attending terhadap klien adalah kemampuan mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian terhadap klien. Keterampilan attending ini berupa perilaku verbal maupun nonverbal yang tepat secara budaya yang berfungsi melibatkan klien dalam proses konseling.
Perhatian itu dikomunikasikan terutama melalui tiga saluran, yaitu
Ekspresi Muka merupakan wahana utama bagi komunikasi emosional, mencerminkan sikap antarpribadi, merupakan umpan balik nonverbal terhadap komentar dari orang lain. Bahasa badan muka ini meliputi; kontak mata yang baik lebih memudahkan komuikasi antara klien dan konselor, anggukan kepala menunjukkan pada klien bahwa konselor sedang mendengarkan dan memerhatikan, animasi adalah manipulasi otot wajah untuk menghasilkan senyum, kerutan dahi, pengabaian dan sebagainya.
Kunci Komunikasi Tubuh adalah sejumlah tekanan yang konselor rasakan yang menunjukkan kenyamanan baik dalam setting konseling maupun topik yang dibahas.
Perilaku Verbal berupa ucapan konselor mempunyai pengaruh langsung terhadap klien. Sehubungan dengan perilaku verbal ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1) sesuaikan komentar atau pertanyaan konselor dengan konteks dari topik yang ada, (2) jangan memotong pembicaraan klien atau melompat pada topik lain, serta (3) tetaplah dengan topik yang klien kenal dan membantu klien.

D. PEMAHAMAN POLA-POLA KOMUNIKASI
Ada beberapa bentuk pola komunikasi dalam proses konseling diantaranya : Pertama, pola komunikasi bentuk ritual ditunjukkan dengan perilaku rutin yang ditunjukkan oleh konselor atau klien. Contohnya, klien selalu memilih kursi yang menghadap jendela, sementara konselor selalu memulai dengan pertanyaan “Apa yang terlintas dalam pikiran Anda pada hari ini?” dan sebagainya. Kedua, pola komunikasi bentuk responsif ditunjukkan dengan negosiasi-negosiasi antara konselor dengan klien, dengan maksud menyelesaikan beberapa permasalahan. Contohnya, “Apakah kita akan bekerja sungguh-sungguh hari ini?” dan sebagainya.

E. PENGELOLAAN KEGIATAN KONSELING
Dalam wawancara pertama ini harapan, kekhawatiran dan keberatan, kesadaran dan ketidaksadaran semuanya berpengaruh pada kegiatan konseling. Menghadapi kondisi seperti ini, konselor memilih salah satu dari dua kemungkinan, yaitu konselor bekerja dengan dinamika hubungan yang ada atau konselor menciptakan kegiatan awal ini dengan wawancara yang menghasilkan dan mengumpulkan informasi yang diperlukan tentang klien.
Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan konseling awal ini, yaitu
1) mengurangi kecemasan klien,
2) menahan diri untuk tidak berbicara terlalu banyak,
3) mendengarkan dengan seksama apa yang dikatakan klien dan berusaha untuk menata kembali kata-kata yang dijelaskan oleh klien,
4) menyadari bahwa topik yang dipilih klien itu merupakan topik utama untuk saat ini.
Dalam membuka wawancara, konselor secara singkat memperkenalkan diri disertai dengan senyum dan mempersilakan klien untuk mengambil tempat duduk. Setelah memperkenalkan diri, konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk berbicara atau konselor memberikan informasi kepada klien tentang struktur konseling yang meliputi sifat, batas-batas, peran-peran, dan tujuan-tujuan dan hubungan konseling. Tugas konselor adalah mendorong klien untuk berbicara tentang alasan klien memasuki konseling, harapan klien dari hasil konseling. Hendaknya, konselor mampu mengundang klien dengan baik untuk berbicara.
Benjamin mengindetifikasi dua faktor dasar untuk menutup proses wawancara, yaitu (1) konselor dan klien menyadari bahwa wawancara sudah saatnya ditutup, (2) penghentian wawancara itu dikaitkan dengan kesiapan untuk melaksanakannya, selanjutnya tidak ada materi baru yang dikemukakan atau didiskusikan pada fase wawancara. Apabila klien tiba-tiba mengemukakan topik baru pada saat wawancara berakhir, maka konselor lebih baik menganjurkan pembahasan materi baru itu dilakukan pada wawancara berikutnya manakala mempunyai waktu banyak.
Hubungan konseling itu berakhir apabila (1) kontrak konseling berakhir, (2) tujuan klien tercapai, (3) hubungan konseling tampak tidak bermanfaat, dan (4) kondisi-kondisi kontekstual berubah, contohnya lokasi klien atau konselor berubah.



F. RESPONDING TERHADAP ISI KOGNITIF
Isi kognitif itu berupa ide-ide yang berhubungan dengan kejadian-kejadian, manusia, dan benda-benda. Jenis-jenis respons yang dapat digunakan dari stimulus yang menghasilkan isi kognitif adalah
1) diam;
2) meminimalkan aktivitas verbal seperti kata-kata oh, mmm, ya, dan sebagainya.
3) menyatakan kembali seluruh atau sebagian apa yang dikomunikasikan klien; serta
4) melakukan probing, yaitu bertanya yang memerlukan jawaban lebih dari satu kata jawaban dari klien.

G. RESPONDING TERHADAP ISI AFEKTIF
Pesan afektif itu mungkin tidak tampak dalam kata-kata klien, tetapi dapat dinyatakan melalui cara-cara nonverbal, seperti suara yang memuncak, kecepatan bicara, posisi-posisi tubuh, dan bahasa badan. Perasaan-perasaan itu dapat kita identifikasikan ke dalam beberapa bidang, yaitu
Kasih sayang mencerminkan positif atau perasaan-perasaan baik tentang diri seseorang atau orang lain, dan menunjukkan perasaan-perasaan positif tentang hubungan-hubungan antarpribadi. Perasaan positif ini dapat diklasifikasikan ke dalam lima bidang, yaitu (1) kesenangan, (2) kemampuan, (3) kecintaan, (4) kebahagiaan, dan (5) harapan.
Kemarahan mencerminkan suatu gangguan atau kesulitan untuk merasa lega atau lepas. Macam-macam stimulus sering menimbulkan kemarahan, contohnya frustasi, ancaman, dan ketakutan. Sering ketakutan disembunyikan oleh ledakan kemarahan. Kemarahan dapat diklasifkasikan ke dalam empat kategori umum, yaitu (1) penyerangan, (2) keseraman, (3) pertahanan, dan (4) perselisihan.
Ketakutan mencerminkan reaksi pribadi terhadap berbagai bahaya sehingga menjauhinya. Reaksi-reaksi ini merupakan bentuk penghindaran dari sesuatu yang menyakitkan atau situasi yang penuh tekanan dari diri seseorang atau manusia lain. Ketakutan dapat diklasifikasikan ke dalam kategori umum, yaitu (1) kekhawatiran, (2) kesangsian, (3) kesakitan, dan (4) penghindaran.
Kesedihan, kesunyian dan kemuraman merupakan respons terhadap kondisi-kondisi klien yang meliputi ketidakpuasan hubungan pribadi, kondisi lingkungan, ketidakseimbangan fisik.

H. MEMBEDAKAN PESAN KOGNITIF DAN AFEKTIF
Proses memilih antara topik-topik kognitif dan afektif klien itu dinamakan differentiation. Proses pemilihan respons kognitif atau afktif yang dilakukan oleh konselor bergantung pada apa yang terjadi dalam interaksi dan apa yang dibutuhkan oleh klien. Terdapat beberapa respons konselor yang bermanfaat untuk membedakan pesan kognitif dan afektif klien. Respons-respons tersebut, yaitu (1)penekanan, (2) respons bahwa klien itu potensial, dan (3) konfrontasi.
Respons konselor terhadap isi afektif klien itu penting, yaitu sebagai alat untuk mengurangi kecemasan klien yang selama ini terpelihara. Respons konselor terhadap isi kognitif membantu klien dalam mengembangkan dan mengekspresikan proses-proses pemikiran dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan.

I. KONSEPTUALISASI (PERUMUSAN) MASALAH DAN PENYUSUNAN TUJUAN
Konseptualisasi masalah ini meliputi (1) mengenal kebutuhan klien, (2) memahami kebutuhan klien, dan (3) memenuhi kebutuhan klien.
Jourard mengonseptualisasikan kebutuhan ini dengan cara yang berguna untuk konseling, yaitu (1) kebutuhan untuk kelangsungan hidup, (2) kebutuhan fisik, (3) kebutuhan cinta dan seks, (4) kebutuhan status, sukses, dan harga diri, (5) kebutuhan kesehatan mental dan fisik, (6) kebutuhan bebas, (7) kebutuhan menantang, serta (8) kebutuhan kejelasan kognitif.
Konselor perlu memahami dunia klien sebagai orang yang :
1) secara terus-menerus merasakan kebutuhan-kebutuhan;
2) tidak selamanya mengenal kebutuhan; dan
3) mencari bantuan konselor.
Peran konselor adalah menciptakan suasana yang menyenangkan untuk konseling.
Proses konseling melibatkan dua jenis tujuan, yaitu tujuan proses dan tujuan hasil akhir. Tiujuan itu dikaitkan dengan menciptakan suasana-suasana yang penting untuk perubahan klien, seperti menciptakan hubungan baik. Tujuan hasil dibedakan untuk setiap klien. Tujuan-tujuan hasil itu secara langsung dikaitkan dengan perubahan klien sebagai hasil konseling.
Ada tiga unsur tujuan hasil akhir yang baik, yaitu
1) perilaku yang diubah,
2) kondisi yang mendasari perubahan, dan
3) tingkat atau jumlah perubahan.

J. PENYELEKSIAN STRATEGI DAN INTERVENSI
Strategi-strategi ini merupakan rencana-rencana kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan khusus konseling. Ada tiga komponn utama fase strategi konseling yaitu : (1) penyeleksian strategi, (2) pelaksanaan strategi, dan (3) penilaian strategi.
Cormier dan Hackney menjelaskan asumsi-asumsi tersebut dihubungkan dengan masalah dan tujuan. Dengan kata lain, penyeleksian strategi yang efektif itu tidak dapat dilakukan tanpa mempunyai pemahaman yang jelas tentang masalah dan kejelasan tujuan-tujuan konseling yang dikaitkan dengan masalah. Selanjutnya, pertimbangan lain yang mempengaruhi penyeleksian strategi adalah (1) pilihan teoritis konselor, (2) tingkat pengalaman dan kemampuan konselor, serta (3) pengetahuan konselor tentang respons-respons khusus kien pada intervensi.
Dalam mengevaluasi strategi, ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu (1) untuk apa evaluasi; (2) siapa yang mengevaluasi; dan (3) bagaimana cara mengevaluasi.





K. PENGGUNAAN INTERVENSI-INTERVENSI KONSELING
Strategi-strategi atau intervensi-intervensi yang akan dijelaskan, yaitu
1) strategi modal sosial,
2) strategi bermain peran dan latihan,
3) strategi perubahan kognitif, serta
4) strategi pengelolaan diri.
Unsur-unsur umum dalam aplikasi strategi bermain peran dan latihan, yaitu
1) pembentukan kembali diri seseorang, orang lain, suatu peristiwa, atau sejumlah respons oleh klien,
2) menggunakan saat sekarang atau disini dan sekarang untuk mengadakan pembentukan kembali,
3) proses pembentukan berangsur-angsur dimana adegan-adegan tidak sulit dibentuk lebih dahulu dan adegan-adegan yang lebih sulit dipesan untuk berikutnya, serta
4) umpan balik untuk klien dari konselor atau seorang asisten.

Strategi pemberhentian berpikir, prosedurnya adalah sebagai berikut
1) Klien diinstruksikan untuk membayangkan diri mereka terlibat dalam situasi yang menghasilkan berpikir irasional
2) Kemudian, pada saat pikiran yang tidak logis itu muncul, konselor melakukan intervensi dengan kata “berhenti”.
3) Selanjutnya klien diinstruksikan cara-cara mengubah pola pikir.
Ganjar diri dimaksudkan untuk memperkuat perilaku karena ada asumsi bahwa ganjar diri mempunyai fungsi, seperti penguat eksternal. Klien dapat menggunakan ganjar diri dengan dua cara, yaitu (1) mereka dapat memberikan ganjaran pada diri mereka sendiri setelah melakukan perilaku-perilaku khusus, (2) mereka mampu menghilangkan sesuatu yang negatif setelah melakukan perilaku-perilaku yang diharapkan. Ada tiga faktor utama yang terlibat dalam membantu klien menggunakan ganjar diri, yaitu (1) menggunakan untuk apa ganjaran itu; (2) bagaimana mengatur ganjaran itu; dan (3) kapan mengatur ganjaran itu.
Kontrak diri adalah komitmen klien terhadap diri sendiri untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya yang disetujui oleh konselor dan ditanda tangani oelh klien. Kontrak diri ini berisi gambaran tentang kondisi-kondisi yang terjadi pada beberapa tahapan kegiatan, yaitu (1) di mana klien akan melakukan kegiatan; (2) bagaimana klien akan melaksanakan kegiatan; dan (3) kapan tugas-tugas itu selesai.

L. PENERIMAAN DAN PENGGUNAAN SUPERVISI
Supervisi klinis adalah proses pendidikan yang berlangsung terus di mana seorang pribadi yang berperan sebagai supervisor membantu pribadi lain yang berperansebagai supervise memperoleh perilaku profesional yang tepat melalui ujian (latihan) mengenai aktivitas-aktivitas profesional supervise. Supervisor klinis meliputi instruktur praktikum, siswa doktor yang sedang bekerja dengan siswa yang dilatih, atau supervisor dalam setting lapangan yang bkrja dengan traine.
Yang menjadi fokus supervisi, yaitu
1) keterampilan-keterampilan proses konseling,
2) keterampilan-keterampilan konseptulisasi (perumusan) masalah,
3) keterampilan-keterampilan personalisasi, dan
4) keterampilan-keterampilan profesional.
Gaya-gaya supervisi, yaitu (1) gaya peran guru yakni supervisor banyak menjelaskan dan menggunakan intruksi, (2) gaya peran konselor yakni supervisor banyak memfokuskan pada hubungan antarpribadi dan intrapribadi, dan (3) gaya peran konsultan yakni supervisor banyak mendorong para traine untuk memikirkan diri mereka sendiri dan untuk mempercayai wawasan-wawasan mereka sendiri.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tes Mengenal dan Memahami Diri Sendiri

Belajar Verbal